Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Hadis

Loading...
Edukaislam.com - Secara garis besar, ruang lingkup pembahasan ilmu hadis terbagi atas dua bagian; yakni ‘Ilm Hadīts Riwāyah dan ‘Ilm Hadits Dirāyah.



1. ‘Ilm Hadīts Riwāyah

Jumhur ulama hadis memberikan batasan tentang pengertian ‘Ilm Hadīts Riwāyah, yaitu 

علم الحديث رواية،هو׃ علم يعرف به أقوال النبي صل الله عليه وسلم وافعاله وتقريراته وصفاته صل الله عليه وسلم

“Suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan Nabi, taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat Nabi saw”

Oleh karena itu, yang dimaksud dengan ‘Ilm Hadīts Riwāyah, ialah suatu ilmu yang membahas tentang segala berita yang berasal dari Nabi, baik berupa sabda, perbuatan dan taqrir, maupun berupa hal-ihwal beliau dalam kehidupannya.

Dengan begitu, maka dalam ilmu ini tidak dibahas tentang adanya kejanggalan atau kecacatan matan suatu hadis, demikian juga tentang bersambung atau tidak sanadnya, serta tentang keadilan dan ke-dhābith-an para periwayatnya. Dengan demikian, yang menjadi fokus pembahasan ‘Ilm Hadīts Riwāyah ini ialah pribadi Nabi dari segi sabdanya, perbuatannya, taqrir-nya, dan sifat-sifatnya.

Adapun yang menjadi tujuan dan kegunaan mempelajari ilmu ini ialah untuk mengetahui segala berita yang berkaitan dengan pribadi Nabi dalam usaha untuk memahami dan mengamalkan ajaran baginda, guna memperoleh kemenangan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Ulama yang terkenal sebagai pelopor ‘Ilm Hadīts Riwāyah ialah Muhammad bin Syihāb al-Zuhrīy (51-124 H). Beliau adalah ulama pertama yang menghimpun hadis Nabi atas instruksi Khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-Aziz pada masa pemerintahannya. Ibn Syihāb al-Zuhrīy termasuk salah seorang tabiin kecil yang banyak menerima hadis dari para sahabat serta tabiin besar dan sekaligus meriwayatkan hadis dari padanya. Keahlian dan kekuatan hafalan hadis beliau sangat masyhur dan diakui oleh para ulama lainnya.

Dalam pada itu, terdapat beberapa catatan tentang ketinggian kemampuan hafalan Ibn Syihāb al-Zuhrīy, antara lain:

  • 1) al-Bukhārīy pernah menyatakan bahwa Ibn Syihāb al-Zuhrīy telah mampu menghafal al-Qur'an hanya dalam tempo 80 malam.

  • 2) Hisyam bin Mālik meriwayatkan bahwa ia pernah meminta tolong kepada Ibn Syihāb al-Zuhrīy untuk menuliskan hadis Nabi guna keperluan sebagian anak-anaknya. Beliau lalu mendiktekan sebanyak 400 hadis. Berselang sekitar satu bulan lamanya, Hisyam memberitahukan kepada beliau, bahwa catatan hadisnya hilang, dan diminta agar didiktekan lagi hadis itu. Beliau lalu mendiktekan lagi kepada seorang penulis hadis, dan ternyata dua buah catatan itu yang ditulis pada waktu yang berbeda itu tidak ada perbedaan sedikit pun.


2. ‘Ilm Hadīts Dirāyah

‘Ilm hadīts dirāyah ialah :


علم الحديث درية،هو׃علم يعرف به أحوال السند ولمتن من حيث القبول والرد وما يتصل بذ لك

“suatu ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui hal-ihwal sanad, matan, metode penerimaan dan penyampaian hadis (al-riwāyah), serta kredibilitas para periwayat dan sebagainya” 

Dengan demikian, yang menjadi fokus pembahasan ilmu ini, ialah keadaan matan, sanad dan para periwayat suatu hadis.

Adapun yang menjadi tujuan dan kegunaan ‘I1m hadīts dirāyah ialah untuk mengetahui dan menetapkan tentang maqbūl (dapat diterima) atau mardūd (tertolaknya) sesuatu hadis. Dengan begitu, maka ilmu ini merupakan neraca (mizan) yang harus dipergunakan untuk menghadapi 'ilm hadīts riwāyah.

‘Ilm hadīts dirāyah ini telah menjadi pembahasan penting di kalangan ulama hadis sejak pertengahan abad II H, meskipun masih berserakan dalam berbagai kitab. Dalam artian, belum dibahas secara khusus dalam suatu kitab tertentu, seperti yang ditulis dalam kitabnya oleh ‘Alī Ibn al-Madinly (161 - 234 H), al-Bukhārīy (198 - 256 H), Muslim bin al-Hajjāj (204 - 261 H), dan al-Turmudzīy (200 - 279 H).

Ulama yang pertama menulis ‘Ilm hadīts dirāyah ini dalam suatu kitab khusus ialah al-Qadhīy Ibn Muhammad al-Ramāhhurmuzīy (265 - 350 H). Beliau telah menjadikan ilmu ini sebagai suatu kajian ilmu hadis yang berdiri sendiri. 

Kitab beliau diberi nama: المحدث الفاصل بين الراوى والواعي

Jejak al-Ramāhhurmuzīy tersebut, kemudian diikuti oleh ulama berikutnya, seperti al-Hakīm al-Naysāoūrīy (321-405 H), Abu Nu'aym al-Ashfahānīy (000 -000 H), al-Khathīb aI-Bagdadīy (w. 463 H). Dalam pada itu, menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, ilmu ini pada zaman ulama mutaqaddimin dinamai 'Ulūm al-Hadīts, dan pada masa akhir ini dimasyhurkan dengan nama 'Ilm Mushthalah.


Referensi :
Referensi: Hasby Ash-Shiddiqy, T.M, 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan Bintang 
M. Arief Halim, 2010. Ikhtisar Ilmu Hadis. Makassar
Loading...